Home » » Desa Kekeran, Busungbiu

Desa Kekeran, Busungbiu

Written By Unknown on Monday 22 April 2013 | 09:59

Desa kekeran adalah sebuah Desa yang pada jaman dahulu merupakan hutan belantara dan Pada tahun masehi 1403 (lsaka 1325 ) tempat tersebut baru ditemukan oleh seseorang yang bernama I Wayan Daus dengan Mengajak 18 ( Delapan Belas) Warga. Mulai saat itu Dane Wayan Daus bersama-sama dengan 18 Warganya mulai membangun pemukiman dan dilengkapi pula dengan membangun Pelinggih yang sangat sederhana dengan menggunakan turus lumbung (kalau sekarang dengan menggunakan cabang atau ranting kayu Dapdad) yang dilokasikan dibawah pohon Beringin yang besar sebagai tempat Pemujaan Ida Sahyang Widhi Wasa.
Beberapa waktu kemudian diceritakan datang Ida Pedanda Wawu rauh ke wilayah yang telah ditempati oleh dane I Wayan Daus dengan tujuan untuk melaksanakan Semedi bertepatan dengan tilem Ke-6 (enam) Pada Saat Ida Pedanda Wawu rauh melaksanakan semedi, tiba-tiba ada sabda / wahyu yang mengatakan Ida Pedanda Wawu Rauh tidak diperkenankan melaksanakan semedi ditempat tersebut, karena tempat tersebut telah dihuni oleh Wayan Daus sekeluarga. Ida Pedanda pun menghentikan semedinya, tidak lama kemudian di bagian timur  wilayah yang telah ditempati oleh I Wayan Daus ada lagi orang yang berdasarkan informasi disebutkan berasal dari Busungbiu yang namnya Dane Wayan Rasmin tanpa mintak ijin / musyawarah merambah hutan tersebut dengan tujuan membuat sawah, ladang dan tempat pemukiman. Dengan kejadian itu I Wayan Daus bersama 18 Keluarganya mengadakan pengukuran diperbatasan bagian timur dan perbatasan bagian utara dengan istilah Ke-keker dan hasil pengukuran tersebut ditetapkan wilayah tersebut sebagai suatu desa dengan nama Desa Kekeran.
Selain memiliki lahan kritis yang amat luas, Kabupaten Buleleng juga punya sejumlah daerah berair yang subur. Lihat saja deretan desa yang dikelilingi sawah-sawah subur di Kecamatan Busungbiu, seperti Titab dan Kekeran. Bukan hanya subur, wilayah persawahan yang sebagian berada di pinggir Jalan Raya Busungbiu-Pupuan itu juga tampak indah dan mempesona. Lebih menarik lagi, sawah-sawah di perbatasan Titab dan Kekeran itu dihiasi batu-batu berbagai ukuran yang tiba-tiba mencangkung di pematang atau terselip di antara bulir padi di tengahsawah. Dengan kekayaan alam yang subur dan indah itu tentu tidak salah jika warga di Desa Kekeran tetap betah hidup dari hasil pertanian. Hampir 80 persen dari sekitar 800 KK penduduk Kekeran masih bekerja sebagai petani. Selebihnya mencoba menggantungkan nasib dari usaha kerajinan, perdagangan dan menjadi PNS atau TNI/Polri. ”Tak ada jalan lain yang bisa dilakukan, selain bertani dan berkebun,” kata seorang warga Kekeran, usai menjemur bunga cengkeh. Selama ini warga masih betah jadi petani. Dulu, penghasilan utamanya hanya berasal dari tanah basah, tetapi kini, tepatnya sejak tahun 1970-an, warga  di Kekeran mulai mendapatkan penghasilan lumayan besar dari perkebunan cengkeh. Namun, meski hasil cengkeh sudah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kekeran, mereka ternyata tak mau meninggalkan sawah-sawah mereka. Sawah masih digarap. Selain padi dan cengkeh, warga juga menanam komoditi lain seperti coklat, vanili dan buah-buahan lokal. Banyak warga menyekolahkan anak-anak hingga ke perguruan tinggi dengan mengandalkan penghasilan cengkeh dan hasil pertanian lainnya. Karena alam sudah memberi kehidupan bagi warag Kekeran, maka warga di desa itu juga punya kepekaan yang tinggi untuk memelihara alam. Sebagaimana dikatakan Klian Desa  Kekeran ,sawah di Kekeran masih terpelihara baik. Dari luas keseluruhan sekitar 370 hektar, Desa  Kekeran masih didominasi areal persawahan seluas 200 hektar, lalu diikuti dengan perkebunan 150 hektar, dan sisanya adalah pemukiman dan tempat usaha kecil.
Sejak berabad lalu hingga zaman modern, Desa Kekeran yang terdiri atas dua banjar dinas, yakni Banjar Dauh Margi dan Dangin Margi, itu sepertinya tak banyak mengalami perubahan. Jika pun terdapat bangunan-bangunan baru di pinggir jalan besar, jumlahnya tidak terlalu banyak dan tak sampai mengganggu eksisnya areal persawahan dan perkebunan di desa itu. Bangunan-bangunan baru di desa itu hanya bangunan tempat tinggal keluarga, sehingga tak sampai mengalih-fungsikan sawah terlalu banyak. Apalagi, meski alam di Desa Kekeran sangat indah, tampaknya investor tidak banyak yang tertarik untuk membangun akomodasi wisata di desa itu. Selain pemukiman dan tempat usaha kecil, tanah-tanah di desa itu masih murni dan belum dirusak oleh investasi besar yang biasanya hanya bisa mengeruk keuntungan material tanpa mempedulikan alam. ”Tak ada hotel di sini, tak ada vila, hanya bangunan milik warga Karena tak ada investasi besar, praktis Desa Kekeran jarang didatangi penduduk luar, apalagi warga non-Hindu. Hampir semua warga di desa merupakan warga yang sudah tinggal dan menetap bertahun-tahun di desa itu. Jika pun ada industri kecil yang memperkerjakan karyawan, namun karyawan itu memang berasal dari Kekeran. itu, Memang, meski wilayah pertanian masih menjadi andalan, bukan berarti warga di Desa Kekeran tak ada yang mencoba beralih ke usaha kerajinan. Sejumlah warga mulai ada yang mengembangkan industri rumah tangga,seperti pembuatan dupa, pajeng atau tedung dan sedikit warga menggeluti kerajinan ukiran. Bahkan dulu, sejumlahwarga di Desa Kekeran dikenal sebagai ahli membuat wadah (bade) yang biasa mendapat pesanan dari warga di desa lain. Selain itu banyak juga warga Kekeran yang tinggal di luar daerah, yakni sekitar 250 KK. Mereka kebanyakan tinggal di Denpasar, Tabanan, bahkan luar Bali. Ada juga beberapa warga yang bekerja di luar negeri. Potensi Desa, 1. Pertaniam : Padi ; 2. Perkebunan : Cengkeh, Kopi, Cacao ; 3.Peternakan : Sapi, Kambing dan Babi ; 4. Kerajinan Tangan : Tedung, Saab, Rajutan, Ukiran.


Share this article :

0 comments:

Post a Comment



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. My Life in Bali - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger