Home » » Latar Belakang dan Sejarah Hindu di Indonesia Era Kemerdekaan sampai Kini

Latar Belakang dan Sejarah Hindu di Indonesia Era Kemerdekaan sampai Kini

Written By Unknown on Monday 22 April 2013 | 10:04


Sebagai agama tertua yang berkembang di Indonesia perkembangan agama Hindu mengalami pasang surut, terutama dari segi kuantitas. Masa kejayaan Kerajaan Majapahit sekaligus dipandang sebagai masa jaya agama Hindu di Indonesia dan Sandyakalaning Majapahit, runtuhnya Kerajaan Majapahit sekaligus pula merupakan runtuhnya perkembangan agama Hindu di Indonesia sampai titik terendah. Namun, demikian sisa-sisa kejayaan agama Hindu di Indonesia dipertahankan dengan taat hingga oleh sebagian masyarakat di Pulau Bali, Lombok, Jawa, Sumbawa, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Irian, dan daerah lainnya. Mula-mula, dipertahankan oleh masyarakat dengan sistem kerajaan dan keompok masyarakat hinduistis, kemudian juga masih dipertahankan oleh masyarakat pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk, dan meskipun heruisme masyarakat Bali yang beragama Hindu diakui partisipasinya dalam perang kemerdekaan, namun secara formal, agama Hindu yang dipeluk oleh mayoritas masyarakat Bali belum diakui oleh pemerintah.
1. Pada tanggal tanggal 26 Desember 1950, Menteri Agama (K.H. Masykur) bersama Sekjen mendatangi Kantor Daerah Bali yang diterima oleh I Gusti Bagus Sugriwa sebagai salah satu Anggota Dewan Pemerintahan Daerah Bali (D.P.D. Bali) bersoal jawab mengenai agama Hindu Bali. Setelah itu, Menteri Agama dapat menerima alasan mengapa Agama Hindu Bali harus diakui sebagai agama negara dan menjanjikan akan mengesahkannya setelah selesai keliling di Sunda Kecil.
2. Pada Tanggal 10 Oktober 1952, Menteri Agama, Sekjen Menteri Agama (R. Moh. Kafrawi) disertai Kepala Jawatan Pendidikan Agama Islam memberi ceramah di Balai Masyarakat Denpasar dan menyatakan bahwa “…. tidak dapat mengakui dengan resmi Agama Hindu Bali karena tidak ada peraturan untuk itu berbeda dengan Agama Islam dan Agama Kristen memang telah ada peraturannya ……”.
3. Pada Pertengahan Tahun 1953, Pemerintah Daerah Bali membentuk Jawatan Agama Otonoom Daerah Bali dengan tujuan untuk mengatur pelaksanaan agama umat Hindu Bali, karena belum diatur dari pusat. Pimpinan lembaga tersebut dipercayakan kepada Ida Padanda Oka Telaga dan I Putu Serangan. Di tiap-tiap Kapupaten dibentuk Kantor Agama Otonoom yang diketuai oleh seorang Padanda. Pada tahun ini pula D.P.D. Bali atas persetujuan D.P.R.D. Bali mencabut hukuman: Asu Pundung, Anglangkahi Karang Hulu, Manak Salah, Salah Pati Angulah Pati, karena tidak sesuai lagi dalam suasana demokrasi.
4. Pada tanggal 29 Juni 1958 lima orang utusan organisasi agama dan sosial di Bali menghadap Presiden Soekarno di Tampaksiring. Diantar oleh Ketua DPR Daerah Peralihan Daerah Bali I Gusti Putu Mertha. Rombongan utusan itu adalah Ida Pedanda Made Kumenuh, I Gusti Ananda Kusuma, Ida Bagus Wayan Gede, Ida Bagus Dosther dan I Ketut Kandia. Pokok masalah yang diajukan adalah supaya dalam kementrian Kementriann Agama Republik Indonesia ada Bahagian Hindu Bali, sebagaimana yang telah diperoleh oleh Islam, Katholik dan Kristen.
5. Permohonan tersebut memperoleh response yang positif dari Pemerintah karena pada tanggal 5 September 1958 terbitlah Surat Keputusan Menteri Agama RI yang mengakui keberadaan Agama Hindu Bali. Selanjutnya terhitung mulai tanggal 2 Januari 1959 pada Kementerian Agama Republik Indonesia dibentuk Biro Urusan Agama Hindu Bali pada Kementrian Agama Republik Indonesia. Biro tersebut pertama kali dipimpin oleh I Gusti Gede Raka dibantu oleh I Gusti Gede Raka dibantu oleh I Nyoman Kajeng. Setelah I Gusti Gede Raka meninggal dunia saat masih menjabat, lalu digantikan oleh I Nyoman Kajeng (Agastia, 2008: 9).
6. Mengantisipasi hal tersebut Pada tanggal 7 Oktober 1958, diadakan pertemuan kembali antara Pemerintah Daerah Bali dengan Pimpinan Organisasi Keagamaan di Bali di Balai Masyarakat Denpasar. Pada pertemuan tersebut diputuskan membentuk panitia yang bertugas mempersiapkan Dewan Agama Hindu Bali. Panitia terdiri atas Paruman Para Padanda, Panitia Agama Hindu Bali, Angkatan Muda Hindu Bali, Doktor Ida Bagus Mantra dan I Gusti Bagus Sugriwa. Pada tanggal 6 Desember 1958, panitia tersebut menyelenggarakan rapat di Pasanggrahan Bedugul dan memutuskan bahwa Hindu Bali Sabha akan diadakan pada bulan Januari 1959 (Dana (ed), 2005: 13).
7. Pesamuhan Agung Hindu Bali pada tanggal 21-22-23 Februari 1959 di Gedung Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar yang dihadiri oleh pejabat dan staf Pemerintah Daerah Tingkat I Bali, pimpinan berbagai organisasi agama di Bali, Yayasan Yayasan Hindu bahkan Perhimpunan Buddhis Indonesia dan Partai Nasional Hindu Bali yang pada akhirnya membentuk Parisada yamng melahirkan “Piagam Parisada”. Hindu Bali Sabha atau Pasamuhan Agung Hindu Bali tersebut kemudian dikenal sebagai Sidang Pembentukan Parisada Dharma Hindu Bali.
Namun dengan demikian tantangan Hindu masih saja terjadi, penggulingan Soekarno oleh Soeharto menyebabkan kekacauan, ada pihak yg mengambil kesempatan untuk mendirikan negara dgn dasar salah satu agama. Berkali kali Bung Karno berkata : Jika lemari ada tikus jangan hancurkan lemarinya. Namun realitanya pembantaian umat Bali sesama saudara adalah trik kelompok tertentu demi musnahnya org Bali yg saat itu di sebut Agama Bali. Setelah itu Gubernur Bali diganti Soekarmen, seorang non hindu yg membunuh semua anjing (maaf baca binatang) di Bali. Hindu sbg agama di gugat kembali. Pembantaian Petani dan masyarakat pedesaan pada sejarah kelam Gestok, sampai satu desa dibantai semua dan diganti penduduknya di daerah Negara. Belum lagi program KB ikut andil dalam rangka pengkerdilan umat Hindu di Bali yang mengurangi nama Komang dan Ketut. Mulai tahun 1965 sampai tahun 1967, pukulan telak bagi Hindu, sementara yang di luar Bali semua dicuci KTP mengarah ke salah satu agama. Tahun 1998-2002 pembunuhan dugaan dukun santet di berbagai daerah oleh Ninja, adalah pembantaian tokoh Hindu di desa pedalaman Jawa khusunya daerah Banyuangi.
Dari jaman runtuhnya majapahit sampai kini umat Hindu selalu diburu untuk terus dikerdilkan dan dibungkam sejarahnya. Kini tantangan ada di Bali dengan serbuan pendatang dari berbagai latar belakang, mampukah Bali bertahan ?. Orang Bali sudah tidak menjadi Tuan di tanahnya sendiri, 98% kekayaan Bali jatuh ke Pusat dan ke Luar negri sementara masyarakat Bali hanya menjadi buruh dan penonton. Namun Hindu di luar Bali sudah mulai memperlihatkan eksistensinya, bahkan umat Hindu di Jawa lebih banyak dari umat Hindu di Bali. Selesai sudah tugas Bali menyimpan sejarah Nuswantara, kini jiwa-jiwa lama telah kembali ke asalnya, untuk menumbuhkan benih-benih baru di setiap daerah asalnya.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. My Life in Bali - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger